PONPES DARUL HASAN

Website resmi Pondok Pesantren Darul Hasan

Tokoh

Biografi Singkat KH Hasyim Asy’ari, Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

KH. Hasyim Asy’ari

KH Hasyim Asy’ari merupakan putra dari pasangan Kyai Asy’ari dan Haliman. Ayah beliau merupakan seorang pemimpin Pondok Pesantren yang berada di Jombang bagian selatan. Beliau merupakan pendiri salah satu pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada tahun 1899, yaitu Pondok Pesantren Tebu Ireng.

Kemudian, pada tahun 1926, berdiri sebuah organisasi bernama Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama. KH Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh penting dalam berdirinya organisasi tersebut.

Biodata KH Hasyim Asy’ari

NamaKyai Haji Mohammad Hasjim Asy’arie
PanggilanKH Hasyim Asy’ari
Tempat dan Tanggal LahirGedang, Kecamatan Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871
WafatJombang, Jawa Timur, 21 Juli 1947
AgamaIslam
Orang TuaAyah: Kyai Asy’ari

Ibu: Halimah
Pasangan7 istri
AnakKH Abdul Wahid Hasyim (salah satu anaknya)
GelarPahlawan Nasional

Masa Kecil dan Pendidikan KH Hasyim Asy’ari

Sebagai seorang putra ketiga, KH Hasyim Asy’ari memiliki sembilan saudara lainnya yaitu, Nafi’ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan.

KH Hasyim Asy’ari merupakan keturunan dari Sultan Pajang Jaka Tingkir dan juga keturunan Raja Hindu Majapahit, Raja Brawijaya V. Garis keturunan tersebut merupakan silsilah dari sang ibu.

Beliau banyak menimba ilmu agama dari sang ayah dan juga kakeknya, yaitu Kyai Utsman yang merupakan pemimpin Pondok Pesantren Nggedang di daerah Jombang.

Tidak berhenti belajar di situ saja, KH Hasyim Asy’ari juga banyak mempelajari ilmu agama dari beberapa pesantren.

Berikut adalah beberapa Pondok Pesantren yang pernah beliau datangi dan mempelajari ilmunya.

  • Pondok Pesantren Wonokoyo, Probolinggo
  • Pondok Pesantren Siwalanpanji, Sidoarjo
  • Pondok Pesantren Kademangan, Bangkalan
  • Pondok Pesantren Langitan, Tuban
  • Pondok Pesantren Trenggilis, Semarang

Pada tahun 1892, KH Hasyim Asy’ari pergi ke Mekah untuk menimba ilmu dari beberapa tokoh agama yang ada di sana.

Pada awalnya, beliau belajar di bawah bimbingan Syaikh Mafudz yang merupakan seorang ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di Mekah.

Syaikh Mafudz merupakan seorang ahli hadis, hal tersebut membuat KH Hasyim Asy’ari tertarik untuk belajar pada beliau.

Selain belajar Hadis, beliau juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.

KH Hasyim Asy’ari juga pernah belajar pada ulama terkenal dari Banten yang mukim di Mekah, yaitu Syaikh Nawawi al-Bantani. Bahkan, ada juga guru yang bukan berasal dari Nusantara, yaitu Syaikh Shata dan Syaikh Dagistani, mereka adalah seorang ulama yang terkenal pada masanya.

Setelah mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng pada tahun 1899, kemudian pada 31 Januari 1926 beliau mendirikan sebuah organisasi bernama Nahdlatul Ulama (NU), bersama beberapa ulama lainnya.

Berdirinya NU pada saat itu karena situasi dunia Islam yang sedang dilanda pertentangan paham.

Tujuan didirikannya NU pada saat itu adalah untuk membuat interaksi dan komunikasi dunia Islam menjadi lebih mudah dipahami.

Perjuangan KH Hasyim Asy’ari Pada Masa Penjajahan

Pondok Pesantren Tebu Ireng yang saat itu berdekatan dengan Pabrik Cukir yang dibuat oleh kolonial Belanda pada tahun 1835, merupakan sebuah perlawanan atas modernisasi dan industrialisasi penjajah untuk memeras rakyat.

Beliau juga mengeluarkan fatwa haram bagi rakyat Indonesia, yang pergi haji dengan fasilitas Belanda.

Karena sifatnya tersebut, KH Hasyim Asy’ari pernah diancam akan dibunuh dan Pondok Pesantren miliknya, yaitu Tebu Ireng akan dibakar habis.

KH Hasyim Asy’ari berjuang untuk Indonesia dengan mengeluarkan resolusi jihad yang berhasil memunculkan gerakan perlawanan terhadap Belanda dan sekutu.

Salah satunya adalah saat pertempuran yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945.

Karya Pemikiran KH Hasyim Asy’ari

  • Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama’ah: Fi Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa’ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid’ah (Pembahasan tentang orang-orang mati, tanda-tanda zaman, dan penjelasan tentang Sunnah dan Bid’ah).
  • Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang terang tentang kecintaan pada utusan Tuhan, Muhammad SAW).
  • Adab al-alim wal Muta’allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta’allim fi Ahwali Ta’alumihi wa maa Ta’limihi (Etika pengajar dan pelajar dalam hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pelajar selama belajar).
  • Al-Tibyan: fin Nahyi ‘an Muqota’atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang larangan memutus tali silaturrahmi, tali persaudaraan dan tali persahabatan).
  • Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Dari kitab ini para pembaca akan mendapat gambaran bagaimana pemikiran dasar tentang NU. Di dalamnya terdapat ayat dan hadits serta pesan penting yang menjadi landasan awal pendirian Jam’iyah NU. Boleh dibilang, kitab ini menjadi “bacaan wajib” bagi para pegiat NU.
  • Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah. Mengikuti manhaj para imam empat yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, tentunya memiliki makna khusus sehingga akhirnya mengikuti jejak pendapat imam empat tersebut dapat ditemukan jawabannya dalam kitab ini.
  • Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya Hamka harus menterjemah kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji Masyarakat, edisi 15 Agustus 1959.
  • Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Hidup ini tak akan lepas dari rintangan dan tantangan. Hanya pribadi yang tangguh serta memiliki sosok yang kukuh dalam memegang prinsiplah yang akan lulus sebagai pememang. Kitab ini berisikan 40 hadits pilihan yang seharusnya menjadi pedoman bagi warga NU.
  • Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yushna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Kitab ini menyajikan beberapa hal yang harus diperhatikan saat memperingati maulidur rasul.

(Sumber: wikipedia)

Akhir Hayat KH Hasyim Asy’ari

Menurut sejarah dari beberapa sumber, KH Hasyim Asy’ari menikah tujuh kali dan semua istrinya adalah seorang putri dari ulama.

Salah satu putranya yaitu, KH Abdul Wahid Hasyim yang merupakan seorang Perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Menteri Agama.

Sedangkan cucunya yaitu, Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal dengan nama Gusdur, yang merupakan Presiden Indonesia.

KH Hasyim Asy’ari wafat pada 21 Juli 1947, kemudian jenazahnya dikebumikan di Jombang, Jawa Timur. Lalu pada tahun 1964, beliau diberikan penghargaan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.

Itulah biografi singkat KH Hasyim Asy’ari, seorang tokoh agama yang terkenal pada saat itu dan merupakan seorang pejuang pergerakan kemerdekaan.

Sumber : https://www.limapagi.id/detail/K8Ct1/biografi-singkat-kh-hasyim-asyari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *